Rinduku Padamu Bapakku

09.07 Posted by Rendra Kurniawan 07

Teringat waktu itu hujan sedang mengguyur gubuk keluarga kami, keluarga kecil namun memiliki kasih sayang besar tak terbayang. Saat itu Rendra kecil duduk di bangku bambu buatan kakeknya yang memang rajin membuat kerajinan dari bambu, sambil menikmati derasnya hujan dan hangatnya pelukan kedua orang tuanya. Sendau gurau mulai menghinggapi obrolan kami. Kumis tebal bapak ternyata belum dicukur, walau sudah panjang tak terukur. Senyum manis emakku yang masih tampak muda, wajar di usia 18 tahun dia sudah bergelar istri dari laki-laki bernama Suyoko.
Disela canda tawa kita bersama, bapak memegang pundakku sambil menepuknya penuh kebanggaan. Kebanggaan itu mungkin karena aku satu-satunya anak laki-laki di antara dua saudara perempuanku, ditambah lagi predikat bungsu yang menghinggapiku. Tentu seorang bapak lebih memiliki kebanggaan dengan adanya anak laki-laki yang menjadi buah hati.
Kuingat saat itu hem lusuh yang selalu dipakainya saat hendak bekerja dengan truk besarnya sedang ia kenakan dengan gagahnya. Terbesit seketika lontaran kata-kata keluar dari mulut ayahku, "awakmu bakalan dadi bocah sing ngganteng dewe sak kecamatan ngantru" (kamu akan menjadi anak yang paling ganteng se kecamatan Ngantru), dan kata itu hingga kini terngiang ditelingaku saat aku mengingatnya bahwa kini beliau telah tiada.
Rendra kecil tidak pernah tahu bagaimana nikmatnya memiliki seorang ayah, dia hanya menikmatinya selama 7 tahun, karena setelahnya musibah menimpa bapaknya saat bekerja. Dia harus menjadi seorang yatim ketika kelas 2 Sekolah Dasar. Saat teman-temannya membanggakan ayahnya masing-masing dia hanya bisa terdiam dan menikmati cerita temannya tentang kenikmatan memiliki ayah.
Aku tidak pernah tahu kenapa kebanggaanku terhadap bapakku tak akan pernah bisa dikalahkan oleh apapun, beliau hanya lulusan SLTA yang bekerja sebagai sopir, gelar haji ataupun pendidikan tak pernah menghiasi namanya, namun satu yang aku banggakan darinya bahwa dia selalu memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Saat yang lain bangga karena ayahnya mampu membelikan segala mainan untuknya, aku tidak pernah tertarik dengan hal itu, kalaupun aku harus meminta padanya, aku ingin beliau menemani aku saat mengenakan toga sarjana di gedung Samantha Krida Universitas Brawijaya.
Namun, angan hanya akan menjadi harapan. Dan kini aku hanya bisa berharap tetap bisa menjaganya di dalam benakku, agar selalu ada kebanggaan bahwa aku putra seseorang bernama Suyoko. Walau ia tak pernah menjadi sarjana dia akan melihat dari surga bahwa putra-putrinya menjadi sarjana yang selalu memberikan manfaat bagi bangsa dan negara.
(Tulungagung, 4 Januari 2014)

0 komentar:

Posting Komentar